Menjadi Pendengar Yang Baik
Oleh : (AJ SUHARDI)*
Komunikasi (communication) tidak
lain merupakan proses interaksi dalam penyampaian pesan
atau informasi dari seseorang/kelompok/organisasi/pemerintah/dll kepada pihak
lain dengan mengunakan media dan cara-cara tertentu untuk mencapai kesamaan
arti melalui pesan-pesan simbolik. Keberhasilan dan
kegagalan dalam berkomunikasi, sangat ditentukan oleh keberadaan unsur-unsur
komunikasi itu sendiri, antara lain; pembicara/communicator, pesan/content, interaksi/interaction,
media/the use of media, pendengar/komunikan, umpan balik/feed back dan kepercayaan/trust.
Selain itu komponen komunisasi ( seperti: sumber/source, pesan/massage, encorder, saluran/channel, decorder, penerima/receiver, feed back dan gangguan/noise), pun memegang peranan penting.
Selain itu komponen komunisasi ( seperti: sumber/source, pesan/massage, encorder, saluran/channel, decorder, penerima/receiver, feed back dan gangguan/noise), pun memegang peranan penting.
Maka untuk mencapai keberhasilan dalam
berkomunikasi, baik itu komunikasi satu arah (one way communications), komunikasi dua arah (two way communications) maupun dalam multi way communications , pastikan dulu keberadaan unsur maupun
komponen-komponen tersebut. Sehingga semuanya valid untuk digunakan atau dipakai
dalam berkomunikasi.
Selanjutnya analisa sebelum berbicara, baik menyangkut pemahaman tentang siapa komunikan yang akan mendengarkan, apa pesan yang akan disampaikan, prioritas pesan yang penting untuk di sampaikan dan menentukan penekanan-penekanan untuk mencapai tujuan berkomunikasi. Analisis tersebut akan optimal apabila dilakukan dengan pikiran yang jernih, logis, sistimatis sehingga jelas dalam penyampaikannya.
Selanjutnya analisa sebelum berbicara, baik menyangkut pemahaman tentang siapa komunikan yang akan mendengarkan, apa pesan yang akan disampaikan, prioritas pesan yang penting untuk di sampaikan dan menentukan penekanan-penekanan untuk mencapai tujuan berkomunikasi. Analisis tersebut akan optimal apabila dilakukan dengan pikiran yang jernih, logis, sistimatis sehingga jelas dalam penyampaikannya.
Langkah-langkah tersebut
baru sebagaian dari upaya untuk mencapai keberhasilan dalam berkomunikasi.
Sebagian lagi ditentukan oleh kemampuan kita sebagai pendengar. Perlu diingat, bahwa dalam berkomunikasi terkadang kita berperan sebagai communicator dan sekaligus sebagai komunikan. Sehingga ibarat dua sisi mata uang, kedua keterampilan/kemampuan tersebut sama-sama memegang peranan penting.
Sebagian lagi ditentukan oleh kemampuan kita sebagai pendengar. Perlu diingat, bahwa dalam berkomunikasi terkadang kita berperan sebagai communicator dan sekaligus sebagai komunikan. Sehingga ibarat dua sisi mata uang, kedua keterampilan/kemampuan tersebut sama-sama memegang peranan penting.
Gaya mendengar Yang Salah
Keterampilan atau
kemampuan sebagai pendengar yang baik merupakan salah satu teknik komunikasi
yang paling menentukan kelangsungan hubungan antar manusia (yang efektif dan
intim). Menurut Karl Maninger, ada beberapa gaya yang menunjukkan ‘ketidak-terampilan
atau ketidak-profesionalan’ seseorang dalam perannya sebagai pendengar yang
baik, antara lain :
Pertama. Pendengar gadungan.
Pendengar jenis ini biasanya hanya berpura-pura mendengarkan hasil pembicaraan
lawan bicaranya. Ketika seseorang sedang berbicara dengannya, biasanya ia
selalu tersenyum, bahkan menganggukkan kepala, seakan-akan sedang memusatkan perhatiannya terhadap apa yang diungkapkan lawan bicaranya
itu. Namun sesungguhnya apa yang ada dalam pikirannya pada saat ia tersenyum
adalah hal-hal yang lain, sehingga ia tidak dapat memahami apa yang tengah dikomunikasikan.
Kedua. Pendengar dependen.
Pendengar dependen akan lebih mengutamakan keinginan untuk menyenangkan lawan
bicaranya. Biasanya pendengar jenis ini tidak berusaha untuk memahami apa yang
dikatakan lawan bicaranya, namun lebih mengutamakan perolehan kesan disukai
oleh lawan bicara tersebut. Jadi bila ia menyetujui argumen yang sedang
dibicarakan bukan berarti ia benar-benar
setuju, namun semata-mata demi mendapatkan goodwill
dari lawan bicara.
Ketiga. Pendengar interuptor.
Orang ini cenderung melakukan interupsi terhadap apa yang diungkapkan lawan
bicaranya, meskipun pembicaraan belum selesai. Biasanya ia lebih tertarik pada
apa yang sedang dipikirkannya dari pada pikiran dan saran-saran lawan bicaranya.
Keempat. Pendengar sadar diri. Pendengar jenis ini selalu
berupaya mempertahankan status yang diinginkannya di hadapan lawan bicara.
Sehingga bila lawan bicaranya mengatakan sesuatu, ia akan memberikan respons
sesuai status yang ia harapkan melalui kesan dari lawan bicaranya itu. Biasanya
ia akan merespons pembicaraan lawan bicaranya menurut versi lain, sehingga
terkesan menjadi pemikir yang berkualitas, penolong yang bijaksana, dermawan,
dll.
Kelima. Pendengar intelektual.
Pendengar jenis ini biasanya selalu memberikan respons sesuai analisis
rasionya, sehingga sering mengabaikan penyertaan unsur-unsur emosional yang
merupakan ekspresi nonverbal dari ungkapan lawan bicaranya. Misalnya lawan
bicara yang selalu memberikan tantangan berpikir, membuat ia terpojok dan
merasa dikritik, bahkan sering mengakibatkan ia terpuruk dalam keadaan depresi
dan prustasi karena respons intelektualnya tanpa disertai pujian-pujian yang
sangat ia butuhkan.
Kiat Praktis
Bagaimana kiat-kiat
menjadi komunikan yang baik? Bagaimana cara mendengar agar kita dapat memahami
orang lain? Bagaimana pula agar orang lain (communicator)
pun mengetahui bahwa kita tengah memahami pembicaraannya? Perlu diingat bahwa bila communicator merasa didengari
pesan-pesannya, pernyataan-pernyataannya, ungkapan-ungkapannya, argumen-argumennya,
dan lain-lain, maka ia pasti merasa dihargai. Sebagai timbal-baliknya
kita pun sebagai komunikan yang mendengarkan akan diperlakukan sama oleh communicator.
Hal lain yang perlu
diingat adalah pada saat kita berusaha mendengar dan memahami apa yang
dibicarakan lawan bicara kita, maka pada saat itu pula kita mendapat kesempatan
mendengar suara sendiri. Tanpa disadarai akan terjadi proses psikis tertentu
dalam diri lawan bicara kita yang membuatnya mampu menemukan solusi yang
terbaik bagi dirinya dalam menghadapi kita.
Mendengar dengan baik, sekaligus dapat berperan sebagai konduktor bagi
perolehan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi lawan bicara kita. Selain
harus menjauhkan diri atau menghindari sikap-sikap tidak profesional yang disebutkan Karl Maninger
tadi, ada beberapa kiat praktis yang dapat kita lakukan , antara lain :
1.
Menjadi pendengar efektif , artinya kita harus aktif bukan pasif. Perhatikan
lawan bicara dan pusatkan perhatian kepadanya manakala ia sedang mengungkapkan
sesuatu. Perhatikan tanda-tanda penyertaan emosi ungkapannya, baik melalui
mimik wajah maupun gerak-gerik anggota tubuhnya sambil menyimak kata-kata yang
diucapkan, sehingga apa yang akan dikomunikasikan akan tertangkap dengan
sempurna.
2.
Lepaskan apa yang sedang berada dalam pikiran kita,
karena akan mengganggu proses pemusatan perhatian kepada lawan bicara.
3.
Kendalikan emosi dan jangan memotong pembicaraan lawan
sebelum ia selesai berbicara. Emosi akan membuat kita terhenti mendengar dan
membuat kita segera ingin memberikan jawaban. Kondisi ini dapat menggiring kita
menjadi pendengar interupsi (interuptor) yang harus kita hindari.
4.
Bertanya dan klarifikasikan pada lawan bicara, tentang
apa yang telah kita tangkap dari hasil pembicaraan tersebut.
5.
Coba menyimpulkan apa yang telah diungkapkan lawan
bicara , sehingga bila terjadi salah pengertian maka lawan bicara itu akan
segera memperbaikinya.
6.
Tanamkan keinginan dan niat baik serta senantiasa
melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik.
Kesimpulannya, semakin
terampil kemampuan mendengar akan semakin tinggi tingkat pemahaman kita
terhadap orang lain dan semakin meningkat pula kapasitas toleransi kita
terhadap orang lain, yang akhirnya akan membuat hubungan kita dengan orang lain
menjadi intim, efektif dan langgeng.
*(Penulis: Mantan Jurnalis, Dosen, Konsultan Media Massa & Public Relations)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar