Rabu, 02 Januari 2013

Artikel : Menjadi Pendengar Yang Baik


 Menjadi Pendengar Yang Baik

Oleh : (AJ SUHARDI)*


          Komunikasi (communication)  tidak  lain  merupakan   proses interaksi dalam penyampaian pesan atau informasi dari seseorang/kelompok/organisasi/pemerintah/dll kepada pihak lain dengan mengunakan media dan cara-cara tertentu untuk mencapai kesamaan arti melalui pesan-pesan simbolik. Keberhasilan dan kegagalan dalam berkomunikasi, sangat ditentukan oleh keberadaan unsur-unsur komunikasi itu sendiri, antara lain; pembicara/communicator, pesan/content,  interaksi/interaction, media/the use of media, pendengar/komunikan, umpan balik/feed back dan kepercayaan/trust.

         Selain itu komponen komunisasi ( seperti: sumber/source, pesan/massage, encorder, saluran/channel, decorder, penerima/receiver, feed back dan gangguan/noise), pun memegang peranan penting.
Maka  untuk mencapai keberhasilan dalam berkomunikasi, baik itu komunikasi satu arah (one way communications), komunikasi dua arah (two way communications) maupun dalam multi way communications , pastikan dulu keberadaan unsur maupun komponen-komponen tersebut. Sehingga   semuanya valid untuk digunakan atau dipakai dalam berkomunikasi.
          Selanjutnya analisa sebelum berbicara, baik menyangkut pemahaman tentang  siapa komunikan yang akan mendengarkan,  apa pesan yang akan disampaikan, prioritas pesan yang penting untuk di sampaikan dan menentukan penekanan-penekanan untuk mencapai tujuan berkomunikasi. Analisis tersebut akan optimal apabila dilakukan dengan pikiran yang jernih, logis, sistimatis sehingga jelas dalam penyampaikannya.
Langkah-langkah tersebut baru sebagaian dari upaya untuk mencapai keberhasilan dalam berkomunikasi.
      Sebagian lagi ditentukan oleh kemampuan kita sebagai pendengar. Perlu diingat, bahwa dalam berkomunikasi terkadang kita berperan sebagai communicator dan sekaligus sebagai komunikan.  Sehingga ibarat dua sisi mata uang, kedua keterampilan/kemampuan tersebut sama-sama memegang peranan penting.

Gaya mendengar Yang Salah

          Keterampilan atau kemampuan sebagai pendengar yang baik merupakan salah satu teknik komunikasi yang paling menentukan kelangsungan hubungan antar manusia (yang efektif dan intim). Menurut  Karl Maninger, ada beberapa gaya yang menunjukkan ‘ketidak-terampilan atau ketidak-profesionalan’ seseorang dalam perannya sebagai pendengar yang baik, antara lain :
Pertama. Pendengar gadungan. Pendengar jenis ini biasanya hanya berpura-pura mendengarkan hasil pembicaraan lawan bicaranya. Ketika seseorang sedang berbicara dengannya, biasanya ia selalu tersenyum, bahkan menganggukkan kepala, seakan-akan  sedang memusatkan perhatiannya  terhadap apa yang diungkapkan lawan bicaranya itu. Namun sesungguhnya apa yang ada dalam pikirannya pada saat ia tersenyum adalah hal-hal yang lain, sehingga ia tidak dapat memahami apa yang tengah dikomunikasikan.  
Kedua. Pendengar dependen. Pendengar dependen akan lebih mengutamakan keinginan untuk menyenangkan lawan bicaranya. Biasanya pendengar jenis ini tidak berusaha untuk memahami apa yang dikatakan lawan bicaranya, namun lebih mengutamakan perolehan kesan disukai oleh lawan bicara tersebut. Jadi bila ia menyetujui argumen yang sedang dibicarakan  bukan berarti ia benar-benar setuju, namun semata-mata demi mendapatkan goodwill dari lawan bicara.
Ketiga. Pendengar interuptor. Orang ini cenderung melakukan interupsi terhadap apa yang diungkapkan lawan bicaranya, meskipun pembicaraan belum selesai. Biasanya ia lebih tertarik pada apa yang sedang dipikirkannya dari pada pikiran dan saran-saran lawan bicaranya.
Keempat.  Pendengar sadar diri. Pendengar jenis ini selalu berupaya mempertahankan status yang diinginkannya di hadapan lawan bicara. Sehingga bila lawan bicaranya mengatakan sesuatu, ia akan memberikan respons sesuai status yang ia harapkan melalui kesan dari lawan bicaranya itu. Biasanya ia akan merespons pembicaraan lawan bicaranya menurut versi lain, sehingga terkesan menjadi pemikir yang berkualitas, penolong yang bijaksana, dermawan, dll.
Kelima. Pendengar intelektual. Pendengar jenis ini biasanya selalu memberikan respons sesuai analisis rasionya, sehingga sering mengabaikan penyertaan unsur-unsur emosional yang merupakan ekspresi nonverbal dari ungkapan lawan bicaranya. Misalnya lawan bicara yang selalu memberikan tantangan berpikir, membuat ia terpojok dan merasa dikritik, bahkan sering mengakibatkan ia terpuruk dalam keadaan depresi dan prustasi karena respons intelektualnya tanpa disertai pujian-pujian yang sangat ia butuhkan.

Kiat Praktis

          Bagaimana kiat-kiat menjadi komunikan yang baik? Bagaimana cara mendengar agar kita dapat memahami orang lain? Bagaimana pula agar orang lain (communicator) pun mengetahui bahwa kita tengah memahami pembicaraannya? Perlu diingat bahwa bila communicator merasa didengari pesan-pesannya, pernyataan-pernyataannya, ungkapan-ungkapannya, argumen-argumennya, dan lain-lain,  maka  ia pasti merasa dihargai. Sebagai timbal-baliknya kita pun sebagai komunikan yang mendengarkan akan diperlakukan sama oleh communicator.
          Hal lain yang perlu diingat adalah pada saat kita berusaha mendengar dan memahami apa yang dibicarakan lawan bicara kita, maka pada saat itu pula kita mendapat kesempatan mendengar suara sendiri. Tanpa disadarai akan terjadi proses psikis tertentu dalam diri lawan bicara kita yang membuatnya mampu menemukan solusi yang terbaik bagi dirinya dalam menghadapi kita.
           Mendengar dengan baik, sekaligus dapat berperan sebagai konduktor bagi perolehan solusi terbaik atas masalah yang dihadapi lawan bicara kita. Selain harus menjauhkan diri atau menghindari sikap-sikap  tidak profesional yang disebutkan Karl Maninger tadi, ada beberapa kiat praktis yang dapat kita lakukan , antara lain :
1.      Menjadi pendengar efektif ,  artinya kita harus aktif bukan pasif. Perhatikan lawan bicara dan pusatkan perhatian kepadanya manakala ia sedang mengungkapkan sesuatu. Perhatikan tanda-tanda penyertaan emosi ungkapannya, baik melalui mimik wajah maupun gerak-gerik anggota tubuhnya sambil menyimak kata-kata yang diucapkan, sehingga apa yang akan dikomunikasikan akan tertangkap dengan sempurna.
2.      Lepaskan apa yang sedang berada dalam pikiran kita, karena akan mengganggu proses pemusatan perhatian kepada lawan bicara.
3.      Kendalikan emosi dan jangan memotong pembicaraan lawan sebelum ia selesai berbicara. Emosi akan membuat kita terhenti mendengar dan membuat kita segera ingin memberikan jawaban. Kondisi ini dapat menggiring kita menjadi pendengar interupsi (interuptor) yang harus kita hindari.
4.      Bertanya dan klarifikasikan pada lawan bicara, tentang apa yang telah kita tangkap dari hasil pembicaraan tersebut.
5.      Coba menyimpulkan apa yang telah diungkapkan lawan bicara , sehingga bila terjadi salah pengertian maka lawan bicara itu akan segera memperbaikinya.
6.      Tanamkan keinginan dan niat baik serta senantiasa melatih diri untuk menjadi pendengar yang baik.

          Kesimpulannya, semakin terampil kemampuan mendengar akan semakin tinggi tingkat pemahaman kita terhadap orang lain dan semakin meningkat pula kapasitas toleransi kita terhadap orang lain, yang akhirnya akan membuat hubungan kita dengan orang lain menjadi intim, efektif  dan langgeng.

*(Penulis: Mantan Jurnalis, Dosen,  Konsultan Media Massa & Public Relations)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar